Selasa, 25 Oktober 2016

IP Address

IP Address


1.    Pengertian IP Address
      IP Address (Internet Protocol Address) merupakan deretan angka biner antara 32 bit sampai dengan 128 bit yang digunakan sebagai alamat identifikasi untuk tiap komputer host dalam jaringan internet. Deretan angka biner 32 bit digunakan untuk alamat IP Address versi 4 (IPv4) dan 128 bit digunkaan untuk IP Address versi 6 (IPv6) untuk menunjukkan alamat dari komputer pada jaringan internet berbasis TCP/IP. Dengan adanya IP Address maka data yang dikirimkan oleh host pengirim dapat dikirimkan lewat protokol TCP/IP hingga sampai ke host yang dituju.

      IP Address tersebut memiliki identitas numerik yang akan dilabelkan kepada suatu device seperti komputer, router atau printer yang terdapat dalam suatu jaringan komputer yang menggunakan internet protocol sebagai sarana komunikasi. Setiap device memiliki IP Address yang unik sehingga dua device yang berbeda tidak boleh memiliki IP Address yang sama dalam satu jaringan.

2.    Fungsi IP Address
a.    IP Address digunakan sebagai alat identifikasi host atau antarmuka pada jaringan.
       Fungsi ini di ilustrasikan seperti nama orang sebagai suatu metode untuk mengetahui siapa orang tersebut. Dalam jaringan komputerpun berlaku hal yang sama yaitu alamat IP Address yang unik tersebut akan digunakan untuk mengenali sebuah komputer atau device pada jaringan.

b.     IP Address digunakan sebagai alamat lokasi jaringan
            Fungsi ini diilustrasikan seperti alamat rumah kita yang menunjukkan lokasi kita berada. Untuk memudahkan pengiriman paket data, maka IP Address memuat informasi keberadaannya. Ada rute yang harus dilalui agar data dapat sampai ke komputer yang dituju.

3.    Jenis IP Address
a.    IPv4
    IPv4 atau Internet Protocol Version 4 terdiri dari 32 bit dan bisa menampung 4.294.967.296 host di seluruh dunia. Sebagai contoh yaitu 172.146.80.100, jika host di seluruh dunia melebihi angka 4.294.967.296 maka akan melebihi kapasitas maka dibuatlah IPv6.

b.    IPv6
      IPv6 atau Internet Protocol Version 6 terdiri dari 128 bit yang artinya lebih banyak dari IPv4. IPv6 diciptakan untuk menjawab kekhawatiran akan kemampuan IPv4 yang hanya menggunakan 32 bit untuk menampung IP Address di seluruh dunia, semakin banyaknya pengguna jaringan internet dari hari ke hari di seluruh dunia IPv4 dinilai suatu saat akan mencapai batas maksimum yang dapat ditampungnya, untuk itulah IPv6 diciptakan dengan sistem 128 bit. Dengan kemampuanya yang jauh lebih besar dari IPv4 dinilai akan mampu menyediakan IP Address pada seluruh pengguna jaringan internet di seluruh dunia yang semakin hari semakin banyak.
     IPv6 ini terdiri dari 128 bit. IP ini 4 kali dari IPv4, tetapi jumlah host yang bisa ditampung bukan 4 kali dari 4.294.967.296 melainkan 2 pangkat 128 atau sama dengan 4.294.967.296 pangakat 4 yang hasilnya 340.282.366.920.938.463.463.374.607.431.768.211.456.

4.    Pembagian Kelas IP Address
      IPv4 terdiri atas 4 oktet, nilai 1 oktet adalah 255 atau sama dengan 8 bit. Karena ada 4 oktet maka jumlah IP address yang tersedia adalah 255 x 255 x 255 x 255. IP Address sebanyak ini harus dibagi-bagikan keseluruh pengguna jaringan internet di seluruh dunia. Untuk mempermudah proses pembagiannya, IP Address harus dikelompokan dalam beberapa kelas.
   IP Address dikelompokan dalam lima kelas, yaitu kelas A, B, C, D, dan E. Perbedaannya terletak pada ukuran dan jumlah. IP Address kelas A digunakan untuk jaringan berukuran kecil. IP Address Kelas B digunakan untuk jaringan berukuran besar dan sedang. IP address kelas C untuk pembagian jaringan yang banyak, namun masing-masing jaringan memiliki anggota yang sedikit. IP Address Kelas D dan E juga didefinisikan, tetapi tidak digunakan dalam penggunaan normal, kelas D
diperuntukan bagi jaringan multicast, dan E untuk Eksperimental.
      Pembagian kelas-kelas IP Address didasarkan pada dua hal, yaitu Network ID dan Host ID dari suatu IP Address Setiap IP address selalu merupakan pasangan network ID (Identitas Jaringan) dan Host ID (Indentitas Host dalam suatu jaringan). Masing-masing komputer atau router di suatu jaringan Host ID nya harus unik dan harus berbeda dengan komputer yang lain. Tabel dibawah ini memperlihatkan pembagian kelas IP address.

Class
Network Bits
Hosts Bits
Decimal Address Range
Subnet Mask
A
8 Bit
24 Bit
1-126
255.0.0.0
B
16 Bit
16 Bit
128-191
255.255.0.0
C
24 Bit
8 Bit
192-223
255.255.255.0
D
Reserved for Multicasting
224-239
N/A
E
Reserved for R & D
240-255
N/A

a. Kelas A
Format : 0nnnnnnn.hhhhhhhh.hhhhhhhh.hhhhhhhh (n = Net ID, h = Host ID)
Bit Pertama : 0
Panjang Net ID : 8 bit (1 oktet)
Panjang Host ID : 24 bit (3 oktet)
Oktet pertama : 0 – 127
Range IP address : 1.xxx.xxx.xxx.sampai 126.xxx.xxx.xxx (0 dan 127 dicadangkan)
Jumlah Network : 126
Jumlah IP address : 16.777.214
    IP kelas A untuk sedikit jaringan dengan host yang sangat banyak. Cara membaca IP address kelas A misalnya 113.46.5.6 ialah Network ID :113, Host ID = 46.5.6

b. Kelas B
Format : 10nnnnnn.nnnnnnnn.hhhhhhhh.hhhhhhhh (n = Net ID, h = Host ID)
2 bit pertama : 10
Panjang Net ID : 16 bit (2 oktet)
Panjang Host ID : 16 bit (2 oktet)
Oktet pertama : 128 – 191
Range IP address : 128.0.0.xxx sampai 191.255.xxx.xxx
Jumlah Network : 16.384
Jumlah IP address : 65.534
    Biasa digunakan untuk jaringan besar dan sedang. Dua bit pertama selalu di set 10. 16 bit selanjutnya, network IP kelas B dapat menampung sekitar 65000 host.

c. Kelas C
Format : 110nnnnn.nnnnnnnn.nnnnnnnn.hhhhhhhh (n = Net ID, h = Host ID)
3 bit pertama : 110
Panjang Net ID : 24 bit (3 oktet)
Panjang Host ID : 8 bit (1 oktet)
Oktet pertama : 192 – 223
Range IP address : 192.0.0.xxx sampai 255.255.255.xxx
Jumlah Network : 2.097.152
Jumlah IP address : 254
    Host ID adalah 8 bit terakhir, dengan IP kelas C, dapat dibentuk sekitar 2 juta network yang masingmasing memiliki 256 IP Address. Tiga bit pertama IP Address kelas C selalu berisi 111 dengan 21 bit berikutnya. Host ID ialah 8 bit terakhir.

d. Kelas D
Format : 1110mmmm.mmmmmmmm.mmmmmmmm.mmmmmmmm
4 Bit pertama : 1110
Bit multicast : 28 bit
Byte Inisial : 224247
Deskripsi : Kelas D adalah ruang alamat multicast
    Kelas ini digunakan untuk keperluan Multicasting. 4 bit pertama 1110, bit bit berikutnya diatur sesuai keperluan multicast group yang menggunakan IP Address ini. Dalam multicasting tidak dikenal network bit dan host bit.

e. Kelas E
Format : 1111rrr.rrrrrrrr.rrrrrrrr.rrrrrrrr
4 bit pertama : 1111
Bit cadangan : 28 bit
Byte inisial : 248255
Deskripsi : Kelas E adalah ruang alamat yang dicadangkan untuk keperluan eksperimental.


Referensi:

http://www.patartambunan.com/pengertian-ip-address/

http://kharisma-adzana.blogspot.com/2013/01/pengertian-ip-address-dan-kelas-kelasnya.html

Kamis, 15 September 2016

Simulasi Arduino Uno R3 dengan Proteus

Simulasi Arduino Uno R3 dengan Proteus



Untuk melakukan simulasi Arduino Uno R3 dengan Proteus Anda membutuhkan tambahan file yang harus di download. File tersebut merupakan library Arduino untuk Proteus. Karena secara default Proteus tidak menyediakan simulator arduino, jadi Anda harus menambahkan sendiri. File library simulator arduino tersebut dapat Anda dapatkan di google dengan keyword “Arduino Library for Proteus”.

Pada tutorial ini saya menganggap bahwa software Proteus telah terinstall pada komputer Anda dan file simulator arduino telah Anda download. Saya menggunakan versi Proteus versi 8.5. Sebelum malangkah ke tahap selanjutnya, Anda harus memcopy library arduino yang telah Anda download tadi ke folder library Proteus. Lokasi folder library Arduino untuk Windows 10 x64 ada pada path berikut ini:

C:\Program Files (x86)\Labcenter Electronics\Proteus 8 Professional\LIBRARY

Jika Anda menggunakan Proteus versi 7, lokasi folder library berada pada:

C:\Program Files (x86)\Labcenter Electronics\Proteus 7 Professional\LIBRARY

Setelah proses copy library selesai, sekarang mari kita pastikan bahwa library arduino telah dikenali oleh Proteus. Buka aplikasi Proteus, kemudian klik “New Procet”. Setelah membuat Project, kemudian tambahkan komponen dengan memilih menu komparator kemudian diikuti dengan menu P. Akan muncul window komponen-komponen yang disedikan oleh Proteus. Jika library Arduino yang telah dicopy tadi dikenali oleh proteus, maka akan muncul komponen yang bernama Arduino. Perhatikan gambar di bawah ini untuk lebih jelasnya.



Setelah proses copy library selesai, sekarang mari kita pastikan bahwa library arduino telah dikenali oleh Proteus. Buka aplikasi Proteus, kemudian klik “New Procet”. Setelah membuat Project, kemudian tambahkan komponen dengan memilih menu komparator kemudian diikuti dengan menu P. Akan muncul window komponen-komponen yang disedikan oleh Proteus. Jika library Arduino yang telah dicopy tadi dikenali oleh proteus, maka akan muncul komponen yang bernama Arduino. Perhatikan gambar di bawah ini untuk lebih jelasnya.


Jika ternyata tidak ditemukan komponen arduino, besar kemungkinan Anda salah menempatkan lokasi file library yang dicopykan tadi. Jika sudah muncul, coba buat gambar rangkaian seperti di bawah ini. Dengan menambahkan LED yang diseri dengan Resistor 100 Ohm dan dihubungkan pin 0-7 pada Arduino Uno R3. Rangkaian ini akan digunakan untuk mensimulasikan LED Animation pada Arduino Uno R3.


Setelah rangkaian selesai digambar, sekarang saatnya membuat program untuk Arduino yang telah dibuat di Proteus. Buka software Arduino dan buat program seperti gambar di bawah ini.


Kemudian yang paling penting disini adalah mengatur settingan yang ada di bagian Preference. Settingan ini berfungsi untuk menampilkan proses kompilasi pada kolom hitam bagian bawah Arduino. Klik menu File kemudian Preference.


Berilah ceklis pada tab compilation seperti gambar di bawah ini. Dengan mencentang bagian compilation berarti proses kompilasi program akan ditampilkan pada kolom hitam di bagian bawah.


Sekarang lakukan kompilasi program dengan menekan simbol compile. Perhatikan di bagian kolom hitam di bawah, akan muncul informasi proses kompilasi. Jika proses kompilasi telah selesai, lihat kolom hitam di bawah dan carilah 1 baris yang menyatakan lokasi file HEX hasil kompilasi. Biasanya letaknya 3 baris dari bawah. Copy lokasi file HEX nya dengan cara memblok kemudian tekan CTRL + C.


Sekarang kembali lagi ke Proteus. Klik dua kali pada komponen Arduino, Anda akan melihat satu buah kolom yang menyatakan lokasi dari Program File. Pastekan lokasi file HEX yang telah Anda copy tadi ke bagian program file.


Langkah terakhir adalah menjalankan simulasi, caranya klik simbol Play yang berada pada bagian kiri bawah. Jika langkah-langkah diatas telah Anda ikuti, maka Anda akan melihat LED berjalan dari kiri ke kanan second sesuai yang telah dituliskan pada program.



Dan selesailah tutorial “Simulasi Arduino Uno R3 dengan Proteus” pada kesempatan kali ini.

Daftar pustaka:
http://eko-rudiawan.com/simulasi-arduino-dengan-proteus/

Minggu, 28 Agustus 2016

Sistem Bilangan

Sistem Bilangan

Sistem Bilangan

1.      Mengenal Sistem Bilangan
     Sistem bilangan adalah suatu cara untuk mewakili besaran dari suatu item fisik. Sistem bilangan menggunakan suatu bilangan dasar atau basis (base/radix) tertentu. Sistem bilangan yang umumnya digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah sistem bilangan desimal, yaitu sistem bilangan yang berbasis 10 macam simbol untuk mewakili besaran.

2.      Jenis-Jenis Sistem Bilangan
     Ada 4 jenis sistem bilangan yang berkaitan dengan teknologi informasi yaitu: Biner (Basis 2), Oktal (Basis 8), Desimal (Basis 10), dan Hexadesimal (Basis 16). Berikut penjelasan mengenai 4 jenis bilangan tersebut.

1.   Biner
     Sistem bilangan biner merupakan sistem yang menggunakan basis 2 yaitu 0 dan 1. Jika dikaitkan dalam sistem komputer atau perangkat elektronik lainnya Sistem bilangan ini bisa diartikan 1 sebagai “high”, “on”, atau “hidup” sedangkan 0 sebagai “low”, ”off”, atau ”mati”. Contoh penulisan bilangan biner seperti berikut 1001 0011(2).

2.   Oktal
     Sistem bilangan oktal merupakan sistem yang berbasis 8 yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7. Contoh penulisan bilangan biner seperti berikut 223(8).

3.   Desimal
         Sistem bilangan desimal merupakan paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sistem bilangan ini menggunakan basis 10 dan mempunyai nilai 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Contoh penulisan bilangan desimal seperti berikut 147(10).

4.   Hexadesimal
     Sistem bilangan hexadesimal mempunyai arti “hexa” yang berarti 6 dan “desimal” yang berarti 10 adalah sistem bilangan yang berbasis 16 yang mempunyai nilai 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, A, B, C, D, E, dan F. Pada sistem bilangan ini memadukan 2 unsur yaitu angka dan huruf. Huruf A mewakili angka 10, B mewakili angka 11 dan seterusnya hingga huruf F mewakili angka 15. Contoh penulisan bilangan biner seperti berikut 93H atau 93(16).

3.      Konversi Bilangan
1.   Bilangan Biner
a.   Biner ke Oktal
     Cara mengubah bilangan Biner menjadi bilangan Oktal dengan mengambil 3 digit bilangan dari kanan. Contoh: 1001 0011(2)
      10|010|011 = 223(8)
     10 = (1x21)+(0x20) = 2
     010 = (0x22)+(1x21)+(0x20) = 2
     011 = (0x22)+(1x21)+(1x20) = 3

b.   Biner ke Desimal
Cara mengubah bilangan Biner menjadi bilangan Desimal dengan mengalikan 2n dimana n merupakan posisi bilangan yang dimulai dari angka 0 dan dihitung dari belakang. Contoh: 1001 0011(2)
1001 0011(2) = (1x27)+(0x26)+(0x25)+(1x24)+(0x23)+(0x22)+(1x21)+(1x20)
1001 0011(2) = 128+0+0+16+0+0+2+1
1001 0011(2) = 147(10)

c.    Biner ke Hexadesimal
Cara mengubah Biner menjadi bilangan Hexadesimal dengan mengambil 4 digit bilangan dari kanan. Contoh: 1001 0011(2)
1001|0011 = 93H
1001 = (1x23)+(0x22)+(0x21)+(1x20) = 9
0011 = (0x23)+(0x22)+(1x21)+(1x20) = 3

2.   Bilangan Oktal
a.   Oktal ke Biner
     Cara mengubah bilangan oktal menjadi biner dengan menjadikan satu persatu angka bilangan oktal menjadi bilangan biner dahulu kemudian di satukan. Untuk bilangan oktal haruslah memiliki 3 digit bilangan biner sehingga jika hanya menghasilkan kurang dari 3 digit makan didepannya ditambahkan bilangan 0. Contoh: 223(8).
     223(8) = 1001 0011(2)
     2(8) = 010(2)
     2(8) = 010(2)
     3(8) = 011(2)

b.   Oktal ke Desimal
Cara mengubah bilangan oktal menjadi bilangan desimal dengan mengubah bilangan oktal tersebut menjadi bilangan biner terlebih dahulu baru kita ubah menjadi bilangan desimal. Contoh: 223(8).
- Langkah 1 (Ubah bilangan oktal ke biner): 223(8) = 1001 0011(2)
- Langkah 2 (Ubah bilangan biner ke desimal): 1001 0011(2) = 147(10)

c.    Oktal ke Hexadesimal
Cara mengubah bilangan oktal menjadi bilangan Hexadesimal dengan mengubah bilangan oktal tersebut menjadi bilangan biner terlebih dahulu baru kita ubah menjadi bilangan desimal. Lalu kita ubah lagi menjadi bilangan hexadesimal. Contoh: 223(8).
- Langkah 1 (Ubah bilangan oktal ke biner): 223(8) = 1001 0011(2)
- Langkah 2 (Ubah bilangan biner ke hexadesimal): 1001 0011(2) = 93H

3.   Bilangan Desimal
a.   Desimal ke Biner
     Cara mengubah bilangan Desimal menjadi Biner yaitu dengan membagi bilangan Desimal dengan angka 2 dan tulis sisanya mulai dari bawah ke atas. Contoh: 147(10).
     147/2            = 73 sisa 1
     73/2              = 36 sisa 1
     36/2              = 18 sisa 0
     18/2              = 9 sisa 0
     9/2                = 4 sisa 1
     4/2                = 2 sisa 0
     2/2                = 1 sisa 0
     1/2                = 0 sisa 1
     Jadi 147(10)    = 1001 0011(2)
    
b.   Desimal ke Oktal
Cara mengubah bilangan desimal menjadi oktal yaitu dengan membagi bilangan desimal dengan angka 8 dan tulis sisanya mulai dari bawah ke atas. Contoh: 147(10).
147/8            = 18 sisa 3
18/8              = 2 sisa 2
2/8                = 0 sisa 2
Jadi 147(10)     = 223(8)
  
c.    Desimal ke Hexadesimal
Cara mengubah bilangan Desimal menjadi HexaDesimal yaitu dengan membagi bilangan Desimal dengan angka 16 dan tulis sisanya mulai dari bawah ke atas. Contoh: 147(10).
147/16          = 9 sisa 3
9/16              = 0 sisa 9
Jadi 147(10)     = 93H

4.   Bilangan Hexadesimal
a.   Hexadesimal ke Biner
     Cara mengubah bilangan hexadesimal menjadi biner dengan menjadikan satu persatu angka bilangan hexadesimal menjadi bilangan biner dahulu kemudian di satukan. Untuk bilangan hexadesimal haruslah memiliki 4 digit bilangan biner sehingga jika hanya menghasilkan kurang dari 4 digit makan didepannya ditambahkan bilangan 0. Contoh: 93H.
     93H =1001 0011(2)
     9H = 1001(2)
     3H = 0011(2)

b.   Hexadesimal ke Oktal
Cara mengubah bilangan hexadesimal menjadi bilangan oktal dengan mngubah bilangan hexadesimal tersebut menjadi bilangan desimal terlebih dahulu baru kita ubah menjadi bilangan oktal. Contoh: 93H.
-    Langkah 1 (ubah bilangan hexadesimal ke biner): 93H = 1001 0011(2)
-    Langkah 2 (ubah bilangan biner ke oktal): 1001 0011(2) = 223(8)

c.    Hexadesimal ke Desimal
Cara mengubah bilangan biner menjadi bilangan desimal dengan mengalikan 16n dimana n merupakan posisi bilangan yang dimulai dari angka 0 dan dihitung dari belakang. Contoh: 93H.
93H = (9x161)+(3x160)
93H = 144+3
93H = 147(10)
4.      Penjumlahan dan Pengurangan dalam Sistem Bilangan
1.   Bilangan Biner
a.   Penjumlahan
Dasar dari penjumlahan bilangan biner yaitu sebagai berikut:
0 + 0 = 0
0 + 1 = 1
1 + 0 = 1
1 + 1 = 0 dengan simpanan 1
Contoh:   0110 0100(2)
               0010 1111(2) +
               1001 0011(2)
Cara lainnya yaitu bisa dengan cara nilai biner tersebut diubah ke desimal lalu lakukan operasi penjumlahan dan hasilnya diubah ke biner lagi.
Contoh:   0110 0100(2) = 100(10)
               0010 1111(2) = 47(10)    +
               1001 0011(2) = 147(10)
              
b.   Pengurangan
Dasar dari pengurangan bilangan biner yaitu sebagai berikut:
0 - 0 = 0
0 - 1 = 1 dengan meminjam 1
1 - 0 = 1
1 - 1 = 0
Contoh:   1100 1000(2)
               0011 0101(2)
               1001 0011(2)
Cara lainnya yaitu bisa dengan cara nilai biner tersebut diubah ke desimal lalu lakukan operasi pengurangan dan hasilnya diubah ke biner lagi.
Contoh: 1100 1000(2) = 200(10)
               0011 0101(2) = 53(10)    -
               1001 0011(2) = 147(10)

2.   Bilangan Okta
1.   Penjumlahan
Dasar dari penjumlahan bilangan oktal yaitu sebagai berikut:
1 + 1 = 2
2 + 2 = 4
7 + 1 = 10
Contoh:   144(8)
                 57(8)  +
               223(8)
Cara lainnya yaitu bisa dengan cara nilai oktal tersebut diubah ke desimal lalu lakukan operasi penjumlahan dan hasilnya diubah ke oktal lagi.
Contoh:   144(8) = 100(10)
                 57(8) = 47(10)    +
               223(8) = 147(10)

2.   Pengurangan
Dasar dari pengurangan bilangan oktal yaitu sebagai berikut:
1 - 1 = 0
4 - 2 = 2
10 - 1 = 7
Contoh:   310(8)
                 65(8) -
               223(8)
Cara lainnya yaitu bisa dengan cara nilai oktal tersebut diubah ke desimal lalu lakukan operasi pengurangan dan hasilnya diubah ke oktal lagi.
Contoh:   310(8) = 200(10)
                 65(8) = 53(10)    -
               223(8) = 147(10)

3.   Bilangan Desimal
1.   Penjumlahan
Dasar dari penjumlahan bilangan desimal yaitu sebagai berikut:
1 + 1 = 2
4 + 3 = 7
5 + 5 = 10
Contoh:   100(10)
                 47(10)  +
               147(10)

2.   Pengurangan
Dasar dari pengurangan bilangan desimal yaitu sebagai berikut:
1 – 1 = 0
4 – 3 = 1
10 – 1 = 9
Contoh:   200(10)
                 53(10)  -
               147(10)

4.   Bilangan Hexadesimal
1.   Penjumlahan
Dasar dari penjumlahan bilangan hexadesimal yaitu sebagai berikut:
1 + 1 = 2
5 + 5 = A
F + 1 = 10
Contoh:   64H
               2FH +
               93H
Cara lainnya yaitu bisa dengan cara nilai hexadesimal tersebut diubah ke desimal lalu lakukan operasi penjumlahan dan hasilnya diubah ke hexadesimal lagi.
Contoh:   64H = 100(10)
               2FH = 47(10)    +
               93H = 147(10)

2.   Pengurangan
Dasar dari pengurangan bilangan hexadesimal yaitu sebagai berikut:
1 – 1 = 0
E – 2 = C
10 – 1 = F
Contoh:   C8H
               35H -
               93H
Cara lainnya yaitu bisa dengan cara nilai hexadesimal tersebut diubah ke desimal lalu lakukan operasi penjumlahan dan hasilnya diubah ke hexadesimal lagi.
Contoh:   C8H = 200(10)
               35H = 53(10)    -
               93H = 147(10)

5.      One’s and Two’s Complement
     Bilangan biner yang dibahas diatas merupkan bilangan yang bernilai positif (+) sedangkan dalam Teknologi Informasi juga perlu menggunakan bilangan yang bernilai negatif (-). Lalu bagaimana caranya agar kita bisa mengetahui nilai negaif (-) dari suatu bilangan biner? Yaitu dengan metode One’s and Two’s Complement, metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan dalam mengetahui nilai negatif (-) dari suatu bilangan biner. Berikut merupakan penjelasan dari kedua metode tersebut.

1.   One’s Complement (1’s C)
     Metode ini prinsipnya hanya membalik kondisi suatu nilai biner, misalkan yang tadinya 0 menjadi 1. Berikut cara menggunakan metode ini.
Contoh: -147(10)
-147(10)  = 147(10) = 93H
              = 1001 0011(2)
-147(10)  = 1 110 1100(2)
(Nilai 1 yang berada di paling depan merupakan notasi yang menandakan bahwa bilangan ini merupakan bilangan negatif)
Namun, metode ini mempunyai kelemahan karena nilai 0 yang asilnya bernilai netral bisa diangap bernilai positif atau negatif.

2.   Two’s Complement (2’s C)
     Karena metode 1’s C mempunyai kelemahan maka dikembangkanlah metode 2’s C. Metode ini tidak begitu berbeda jauh dari metode 1’s C. Metode 1’s C prinsip caranya dengan membalik kondisi nilai sedangkan 2’s C prinsip caranya dengan membalik kondisi nilai lalu ditambahkan dengan nilai 1.
Contoh: -147(10)
-147(10)  = 147(10) = 93H
              = 1001 0011(2)
              = 1 110 1100(2) + 1(2)
-147(10)  = 1 110 1101(2) (Sama dengan hasil 1’s C, nilai 1 yang berada di paling depan merupakan notasi yang menandakan bahwa bilangan ini merupakan bilangan negatif)

6.      Gerbang Logika
     Gerbang Logika (Logic Gate) merupakan dasar pembentuk Sistem Elektronika Digital yang berfungsi untuk mengubah satu atau beberapa Input menjadi sebuah sinyal Output Logis. Gerbang Logika beroperasi berdasarkan sistem bilangan biner yaitu bilangan yang berbasis 2 yaitu 0 dan 1. Gerbang Logika yang diterapkan dalam Sistem Elektronika Digital pada dasarnya menggunakan komponen-komponen elektronika seperti Integrated Circuit (IC), Dioda, Transistor, Relay, Optik maupun Elemen Mekanikal. Terdapat 7 jenis Gerbang Logika Dasar yaitu:

1.   Gerbang Logika AND
Gerbang AND memerlukan 2 atau lebih Input untuk menghasilkan hanya 1 Output. Gerbang AND akan menghasilkan Output logika 1 jika semua Input bernilai logika 1 dan akan menghasilkan Output logika 0 jika salah satu dari Input bernilai Logika 0.

2.   Gerbang Logika OR
Gerbang OR memerlukan 2 atau lebih Input untuk menghasilkan hanya 1 Output. Gerbang OR akan menghasilkan Output 1 jika salah satu dari Input bernilai Logika 1 dan akan menghasilkan Output logika 0, maka semua Input harus bernilai Logika 0.

3.   Gerbang Logika NOT
Gerbang NOT hanya memerlukan sebuah Input untuk menghasilkan hanya 1 Output. Gerbang NOT disebut juga dengan Inverter (Pembalik) karena menghasilkan Output yang berkebalikan dengan Inputnya. Berarti jika kita ingin mendapatkan Output dengan nilai Logika 0 maka Input harus bernilai Logika 1.

4.   Gerbang Logika NAND
NAND adalah NOT AND, Gerbang NAND merupakan kombinasi dari Gerbang AND dan Gerbang NOT yang menghasilkan kebalikan dari Gerbang AND. Gerbang NAND akan menghasilkan Output Logika 0 apabila semua Input pada Logika 1 dan jika terdapat sebuah Input yang bernilai Logika 0 maka akan menghasilkan Output Logika 1.

5.   Gerbang Logika NOR
NOR adalah NOT OR, Gerbang NOR merupakan kombinasi dari Gerbang OR dan Gerbang NOT yang menghasilkan kebalikan dari Output Gerbang OR. Gerbang NOR akan menghasilkan Output Logika 0 jika salah satu dari Input bernilai Logika 1 dan jika ingin mendapatkan Output Logika 1, maka semua Input harus bernilai Logika 0.

6.   Gerbang Logika X-OR
X-OR adalah singkatan dari Exclusive OR yang terdiri dari 2 Input dan 1 Output Logika. Gerbang X-OR akan menghasilkan Output Logika 1 jika semua Input mempunyai nilai Logika yang berbeda. Jika nilai Logika Inputnya sama, maka akan memberikan hasil Output Logika 0.

7.   Gerbang Logika X-NOR
Seperti Gerbang X-OR,  Gerbang X-NOR juga terdiri dari 2 Input dan 1 Output. X-NOR adalah singkatan dari Exclusive NOR dan merupakan kombinasi dari Gerbang X-OR dan Gerbang NOT. Gerbang X-NOR akan menghasilkan Output Logika 1 jika semua Inputnya bernilai Logika yang sama dan akan menghasilkan Output Logika 0 jika semua Inputnya bernilai Logika yang berbeda. Hal ini merupakan kebalikan dari Gerbang X-OR.

Berikut merupakan tabel penjelasan mengenai Gerbang Logika.


Referensi: